Fraksi Gerindra Dukung Evaluasi Tambang Nikel di Raja Ampat, Soroti Potensi Kerusakan Lingkungan

Jakarta, 5 Juni 2025, Postindonesia.com – Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Budisatrio Djiwandono, menyatakan dukungannya terhadap langkah pemerintah untuk mengevaluasi aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Pernyataan ini disampaikan menanggapi keresahan publik terkait potensi kerusakan lingkungan di lima pulau kecil, yaitu Pulau Gag, Kawe, Manuran, Batang Pele, dan Manyaifun.
Dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (5/6/2025), Budisatrio menegaskan bahwa Fraksi Gerindra akan mengkaji isu ini secara saksama. Evaluasi menyeluruh diperlukan, mencakup aspek perizinan, dampak lingkungan, keberlangsungan hidup masyarakat adat, kepatuhan terhadap prinsip keberlanjutan, serta kesesuaian dengan regulasi nasional.
“Kami mendorong pemerintah untuk melakukan audit lingkungan dan meninjau ulang izin operasi tambang di kawasan Raja Ampat. Kelestarian ekosistem dan hak-hak masyarakat lokal harus menjadi prioritas,” tegas Budisatrio.
Kekhawatiran atas Kerusakan Lingkungan
Raja Ampat dikenal sebagai salah satu destinasi pariwisata bahari terbaik dunia, dengan keanekaragaman hayati laut yang tinggi. Namun, ekspansi tambang nikel dikhawatirkan mengancam terumbu karang, hutan mangrove, dan habitat satwa endemik.
Laporan dari organisasi lingkungan menyebutkan bahwa aktivitas pertambangan telah memicu sedimentasi di perairan dangkal, yang berpotensi merusak ekosistem pesisir.
Selain dampak ekologis, masyarakat adat setempat juga mengeluhkan penyempitan lahan tradisional dan polusi air yang mengganggu mata pencaharian sebagai nelayan. Beberapa kelompok sipil bahkan mendesak pemerintah untuk mencabut izin tambang jika ditemukan pelanggaran aturan.
Respons Pemerintah
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan moratorium sementara untuk pertambangan di kawasan sensitif lingkungan. “Kami akan memverifikasi kepatuhan perusahaan terhadap AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan menindak tegas pelaku yang melanggar,” ujarnya pekan lalu.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengirim tim inspeksi ke lokasi untuk memantau langsung dampak aktivitas tambang. Hasil investigasi ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan lebih lanjut.
Dukungan untuk Pembangunan Berkelanjutan
Budisatrio menekankan bahwa pembangunan industri pertambangan harus seimbang dengan prinsip ekonomi hijau (green economy).
“Jika memang terbukti merusak, tidak ada kompromi. Tapi jika ada solusi teknologi yang bisa meminimalkan dampak, seperti pertambangan ramah lingkungan, kami terbuka untuk mendukungnya,” jelasnya.
Fraksi Gerindra juga mendorong peningkatan partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan, termasuk melalui mekanisme Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) sesuai standar internasional.
Apa Langkah Selanjutnya?
Pemerintah diharapkan segera mengumumkan hasil evaluasi dalam beberapa pekan ke depan. Jika ditemukan ketidaksesuaian, pencabutan izin atau sanksi administratif bisa menjadi opsi. Namun, jika perusahaan bisa membuktikan komitmen perbaikan, penguatan pengawasan akan dilakukan.
Isu ini terus memantik perdebatan antara kepentingan ekonomi nasional melalui hilirisasi nikel dan pelestarian lingkungan. Dengan tekanan dari DPR, lembaga sipil, dan masyarakat, pemerintah dituntut untuk mengambil langkah tegas guna memastikan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Red